Jumat, 19 Agustus 2016

Soeprijadi ditemukan??

Sejarah Supriyadi Dibelokkan Rezim Orde Baru

KAMIS, 14 AGUSTUS 2008 | 14:18 WIB



TEMPO Interaktif, Jakarta:{ size: 8.5in 11in; margin: 0.79in } P { margin-bottom: 0.08in } -->: Bahtiar Setyo Wicaksono, salah satu cucu Andaryoko Wisnu Prabu, mengungkapkan siapa sejatinya kakek 88 tahun yang mengaku sebagai Supriyadi, pejuang Peta di Blitar, Jawa Timur. Bahtiar adalah cucu Andaryoko yang tinggal serumah dan selalu menyertai kakeknya ke manapun pergi. Berikut wawancara Sohirin dari Tempodengan pria 33 tahun tersebut.

Sejak kapan Andaryoko mengungkapkan dirinya seorang Supriyadi?
Sejak 2003, eyang mengumpulkan anak cucunya. Saat itu Senin Pahing di rumah eyang. Eyang memang suka bercerita tentang zaman revolusi.

Keluarga langsung percaya?

Tidak. Bahkan menganggap eyang bergurau. Tapi dari beberapa kesempatan, eyang terus meyakinkan kami.

Apa yang kemudian membuat keluarga menjadi percaya?

Suatu ketika eyang mengajak saya membuktikan bahwa dirinya Supriyadi, yaitu datang ke museum Supriyadi di Blitar. Di sana eyang mengatakan bahwa foto Supriyadi yang dipasang di museum bukan foto asli. Tapi memang sangat mirip dengan foto eyang.
Saya juga diajak menemui perempuan tua di Sragen. Menurut eyang perempuan tersebut adalah Sarinah, mantan pembantu Bung Karno. Ibu Sarinah sudah pikun. Kemudian saya diajak menemui Letnan Jenderal Marinir Chaerul Fathullah, mantan ajudan Bung Karno, yang tinggal di Kroya, Cilacap. Usia Pak Chaerul 115 tahun, tapi belum pikun.

Pak Chaerul memanggil eyang dengan sapaan Dik Sup. Pak Chaerul bercerita saat Bung Karno dan beberapa tokoh kemerdekaan berkumpul di Rengas Dengklok, datanglah beberapa serdadu Jepang. Saat itu Pak Chaerul sudah menyiapkan senjata untuk menembak serdadu Jepang. Kata Pak Chaerul: Untung Dik Sup mengingatkan saya, sehingga saya tidak jadi menembak.

Suatu hari Pak Baskara (pengarang buku Kesaksian Supriyadi) mempertemukan eyang dengan Sukarjo Wilarjito (mantan pembantu Bung Karno) pengarang buku "Mereka Menodong Bung Karno". Pak Baskara bertanya kepada Pak Wilarjito apakah kenal dengan Andaryoko. Pak Wilarjito berkata, "Siapa ya.. kok wajahnya tidak asing...Oh, Kang Sup ya...". Pak Wilarjito memanggil eyang dengan sapaan Kang Sup.

Ada bukti lain yang makin menyakinkan keluarga?

Dengan data dan peristiwa tersebut, saya dan keluarga sangat yakin. Sebetulnya eyang masih mempunyai satu saksi kunci yang masih hidup, tapi kata eyang, belum saatnya disebutkan sekarang.

Siapa saksi kunci tersebut?

Eyang eyang masih merahasiakannya, tapi dia adalah bekas anak buah eyang di pasukan Peta.

Sebelumnya sudah ada yang mengaku sebagai Supriyadi?

Awalnya kami juga mengingatkan eyang, jangan mengaku-ngaku. Tapi eyang terus membuktikan dirinya Supriyadi. Eyang mengatakan bahwa semua itu palsu. Bahkan pernah bilang suatu saat yang asli akan muncul betulan.

Pengakuannya sebagai Supriyadi menimbulkan polemik?

Sadar degan sesadar-sadarnya. Tapi eyang selalu bilang bahwa hal ini dilakukan untuk meluruskan sejarah bangsa. Orang lain mau percaya atau tidak, tidak peduli. Yang penting tugas meluruskan sejarah sebagaimana yang diamanatkan Bung Karno sudah dilaksanakan. Eyang juga tidak mau diangkat sebagai pahlawan.

Kenapa baru diceriterakan sekarang?

Setiap kali saya menanyakan itu, saya selalu dimarahi. Eyang balik bertanya: Kamu itu goblok atau memang tidak tahu?. Beliau menyelamatkan diri dari kejaran Jepang, bersembunyi di hutan hingga beberapa bulan. Lalu menemui Bung Karno untuk minta petunjuk. Bung Karno menyarankan, suatu saat eyang harus menceritakan sejarah yang sebenarnya. Bung Karno dilengserkan Soeharto. Kalau mengaku saat Soeharto masih hidup, pasti akan ditahan.

Artinya sejarah Supriyadi sengaja dibelokkan seolah-olah sudah meninggal?

Kata eyang sengaja dibelokkan oleh rezim Orde Baru.

Bagaimana dengan pengakuan Ki Oetomo (adik tiri Supriyadi) yang menyatakan bahwa Supriyadi sudah meninggal?

Eyang siap untuk diverifikasi dan ditemukan dengan orang yang mengaku keluarga Supriyadi.


Sebenernya alasan ku mengidolakan Supriyadi bukan hanya namanya sama seperti nama ayah. Tapi, aku sungguh kagum kalo memang ternyata beliau masih hidup. Beliau memang benar-benar menaati janjinya. Dia sungguh ikhlas berkorban untuk Indonesia padahal Soekarno mengangkatnya menjadi Menteri keamanan rakyat. Walaupun sebenarnya, pasti Bapak Soeprijadi merasa sangat sedih, teman-temannya dihukum mati oleh Jepang, sedangkan ia lari dan mengamankan dirinya. Oke, tapi keberanian nya sungguh luar biasa kawan. Padahal dia kan bisa militer karena diajarin Jepang. Beliau Juga sudah menjadi anak buah yang dipercaya oleh Jepang. Tapi beliau berani bersusah payah dan mengambil resiko untuk menentang Jepang. Walau ayah ku ga berhasil jadi tentara, tapi menurut ku ayah tetaplah seorang pahlawan di hatiku. 

pahlawan ku, yang masih jadi misteri




Assalamuálaikum para pengunjung blog ku!! #kaya iya ada yang mau mengunjungi :|

tugas berikutnya dari pak Erwin.. posting blog tentang pahlawan pejuang kemerdekaan. Aku merenung sejenak, berpikir-berpikir dan terus berpikir. Ahaaa !! muncullah satu nama di lubuk hati yang paling dalam. Dia lah, ayah ku... yehetttt

hehehe percaya gan kalau ayah ku pejuang? kaya nya gabakalan ada yang percaya deh. hehehe kalau ayahnya pejuang masa anaknya begini, #malu aku T_T

jadi pahlawan yang saya idolakan adalah Shodanco Suprijadi, mau tau alesannya kenapa seorang Hanum mengidolakan beliau? karena ........................ namanya sama kaya nama ayah,, hehehehe dan dulu ayah mau jadi tentara, cuma ga lolos tes.. wkwkwk

udah ah intermezzonya... mending kita langsung aja..





Soeprijadi

Soeprijadi lahir pada tanggal 13 april 1923 di Jawa Timur yang ketika itu masih dalam masa kependudukan Hindia Belanda.
Ayahnya bernama Raden Darmadi
Supriyadi diketahui merupakan putra pertama dari pasangan Raden Darmadi yang dikenal sebagai Bupati Blitar saat kemerdekaan Indonesia dan Raden Roro Rahayu yang merupakan keturunan bangsawan yang wafat ketika Supriyadi masih kecil dan kemudian diasuh oleh ibu tirinya yang bernama Susilih. Ia mempunyai 12 saudara. Supriyadi mulai mengenyam pendidikan pertamanya dengan bersekolah di ELS (Europeesche Lagere School) yang setara dengan sekolah dasar.
Tamat dari sana, ia kemudian masuk sekolah di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang setingkat SMP. Dari situ ia kemudian melanjutkan pendidikannya di MOSVIA (Middelbare Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) yang merupakan sekolah untuk kaum bangsawan yang dididik untuk menjadi pegawai pemerintahan atau pamong praja pada masa kolonial Belanda. Namun belum lulus dari sekolah tersebut, tentara Jepang kemudian menduduki Indonesia.


Supriyadi Bergabung Dengan Tentara PETA
Supriyadi kemudian bersekolah di SMT (Sekolah Menengah Tinggi) dan juga ikut dalam latihan militer yang diadakan oleh Jepang yang dikenal dengan nama Seinindojo di wilayah Tangerang. Tahun 1943, Ketika Jepang mulai membentuk pasukan PETA (Pembela Tanah Air) yang pasukannya terdiri dari pemuda Indonesia, Supriyadi kemudian ikut masuk. Dengan latihan militer yang keras yang diikuti oleh Supriyadi, membuat ia kemudian mendapat pangkat sebagai Komandan Peleton atau Shodancho yang kemudian dikenal dengan sebutan Shodancho Supriyadi.

Oleh Jepang, Supriyadi kemudian ditugaskan di Blitar, Jawa Timur. Ia membawahi pasukan Peleton I dan Kompi III yang bertugas memberi bantuan senjata berat. Selain itu Supriyadi juga ditugaskan untuk mengawasi para pekerja paksa romusha. Melihat penderitaan berat rakyat Indonesia yang dipaksa bekerja sebagai Romusha membuat Supriyadi kemudian nekat untuk mengadakan pemberontakan yang kemudian dikenal dengan nama pemberontakan PETA di Blitar.


Mulai Mengadakan Rencana Pemberontakan

Supriyadi kemudian mulai mengadakan rencana pemberontakan. Hal pertama yang ia lakukan adalah dengan menghubungi kawan-kawannya sesama tentara PETA untuk mendakan pertemuan rahasia untuk merencanakan pemberontakan pada bulan september 1944. Kawan-kawan supriyadi ketika itu yang ikut seperti Halir Mangkudijaya, Muradi dan Sumanto. Supriyadi sempat berkata dalam pertemuan tersebut :

....Kita sebagai bangsa yang ingin merdeka tidak dapat membiarkan tentara Jepang terus menerus bertindak sewenang-wenang menindas dan memeras rakyat Indonesia. Tentara Jepang yang makin merajaiela itu harus dilawan dengan kekerasan. Apa pun dan bagaimana pun pengorbanan yang diminta untuk mencapai kemerdekaan In­donesia kita harus rela memberikannya. 

....Akibat dan resiko dari perjuangan kita sudah pasti. Paling ringan dihukum tahanan dan paling berat dihukum mati. Kita yang berjuang jangan sekali-kali mengharapkan pangkat, kedudukan atau pun gaji yang tinggi. Bagaimana kalau kita mengadakan pemberontakan melawan tentara Jepang?

Dari pertemuan tersebut dilakukan persiapan dengan menghubungi tentara PETA yang lain yang berada di Blitar untuk diajak memberontak. Persiapan yang dilakukan oleh Supriyadi membuat banyak tentara PETA yang ikut untuk memberontak kepada Jepang. Supriyadi juga meminta bantuan tokoh masyarakat untuk membantunya.

Pertemuan untuk merencanakan pemberontakan dilakukan beberapa kali sesuai yang ditulis dalam buku yang berjudul "Tentara Gemblengan Jepang" yang tulis oleh Joyce J Lebra. Segala persiapan dilakukan seperti pembentukan pasukan pemberontakan, pembagian tugas, persiapan logistik, dan lain lain. Semua dilakukan dari tahun 1944 hingga 1945.

Supriyadi bahkan sempat memberitahukan tentang rencana pemberontakan tentara PETA tersebut kepada Ir. Soekarno ketika ia datang ke Blitar namun Soekarno ketika itu menasehati Supriyadi untuk mempertimbangkannya baik-baik sebab resikonya sangat besar namun Supriyadi sangat yakin bahwa pemberontakan tersebut pasti berhasil. Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan dengan tentara PETA yang lain maka ditetapkanlah waktu dan tempat pemberotakan akan dilakukan di Tuban, Jawa Timur.


Jepang Yang Mulai Curiga

Namun pada awal tahun 1945, Jepang melaui mencurigai bahwa akan ada pemberontakan yang akan dilakukan oleh tentara PETA dibawah pimpinan Supriyadi. Oleh karenanya, jepang kemudian membuat berbagi peraturan ketat untuk tentara PETA dan juga mengawasi Supriyadi dan pasukannya. Mengetahui hal tersebut, pertemuan terakhir perencanaan pemberontakan dilakukan. Supriyadi kemudian menggatakan :


...Lebih baik kita mati terhormat melawan tentara Jepang yang sudah jelas bertindak sewenang-wenang terhadap bangsa Indonesia. Lebih baik kita melakukan pemberontakan melawan Jepang sekarang juga. Dengan terjadinya pemberontakan ini besar kemungkinan kemerdeka-an Indonesia akan lebih cepat datangnya.

....Kita mengadakan pemberontakan sekarang juga, tidak lain untuk mencapai kemerdekaan tanah air dengan secepat-cepatnya. Kemerdekaan Indonesia harus kita rebut dengan kekerasan senjata. Sebagai bangsa yang ingin merdeka kita harus berani berjuang dan rela berkorban untuk menghentikan penindasan dan pemerasan yang sewenang-wenang terhadap rakyat Indonesia.


...Akibat dari pemberontakan paling ringan kita dihukum atau disiksa, dan paling berat dibunuh. Dan kita harus mencegah sejauh mungkin jangan sampai berhadapan dengan bangsa sendiri.


Meletusnya Pemberontakan Tentara PETA di Blitar
Semua yang hadir ketika itu kemudian setuju. Bahwa pemberontakan harus segera dilakukan. Pada tanggal 14 februari pukul 03.00 pemberontakan PETA yang dipimpin oleh Supriyadi meletus di Blitar. Tembakan pertama dilakukan dengan menembakkan mortir ke hotel Sakura dimana tempat tersebut banyak ditinggali para perwira

Pasukan PETA yang lain yang ikut memberontak kemudian memutuskan kabel telepon dan kemudian menembaki tentara Jepang yang mereka jumpai di kota Blitar. Tak ketinggalan markas Kenpetai yang banyak berisi perwira Jepang ditembaki dengan menggunakan senapan mesin, namun markas tersebut sudah dikosongkan.

Rupanya Jepang sudah mengetahui bahwa tentara PETA pimpinan Supriyadi akan memberontak. Pemerintah Jepang ketika itu kemudian memerintahkan pesawat terbang Jepang untuk melakukan pengintaian. Langkah selanjutnya Jepang kemudian memanfaatkan para pemimpin tentara PETA yang tidak ikut memberontak untuk membujuk Supriyadi agar menyerah. Dan kemudian mengirimkan pasukan Jepang untuk memadamkan pemberontakan yang dipimpin oleh Supriyadi.

Melihat para pemberontak yang kian terdesak hingga ke hutan Ngancar, Jepang kemudian memerintahkan seorang pimpinan tentara jepang bernama Kolonel Katagiri untuk menemui pimpinan pemberontakan. Katagiri kemudian menemui Muradi pimpinan pemberontakan PETA selain Supriyadi di Sumber Lumbu, Kediri.

Katagiri kemudian meminta kepada Muradi agar menyuruh para pemberontak untuk menghentikan pemberontakan kembali ke markas. Muradi kemudian mengajukan persyaratan bahwa para pemberontak tersebut diampuni dan senjata mereka tidak dilucuti. Katagiri kemudian setuju dan sebagai janjinya Katagiri memberikan pedangnya kepada Muradi sebagai bukti janji seorang samurai.

Pemberontakan Yang Gagal dan Janji Yang Tak Ditepati

Pemberontakan kemudian berhasil dipadamkan oleh jepang, namun Jepang tidak menepati janjinya. Sebanyak 78 perwira PETA yang terlibat dalam pemberontakan diusut oleh Polisi Militer Jepang (Kenpetai) dan senjata mereka kemudian dilucuti Jepang.

Mereka kemudian diadili secara militer dan beberapa pimpinannya dijatuhi hukuman mati oleh Jepang yaitu Muradi, Sunanto, Sudarmo, Suparyono, dan Halir Mangkudijaya yang kemudian dieksekusi mati oleh jepang di pantai Ancol, Jakarta dan sebagian lagi yang memberontak kemudian dipenjara tetapi Supriyadi tidak dihukum mati oleh Jepang karena ia tidak menyerahkan diri setelah pemberontakan.

Nasib Supriyadi Setelah Pemberontakan Selesai.

Setelah pemberontakan tentara PETA berhasil dipadamkan, tidak ada yang mengetahui nasib atau keberadaan Supriyadi, ia menghilang bagai ditelan bumi setelah pemberontakan. Terakhir kali ia terlihat di Dukuh Panceran, Ngancar saat perundingan antara pemberontak dan tentara Jepang menghasilkan kesepakatan. Namun banyak yang meyakini bahwa Supriyadi masih hidup namun bersembunyi dari kejaran tentara Jepang.

Ada juga yang mengatakan bahwa Supriyadi tewas tertembak oleh tentara Jepang ketika pemberontakan berlangsung namun jasadnya tidak pernah ditemukan sama sekali. Inilah yang kemudian masih menjadi misteri sampai sekarang mengenai keberadaan dari Supriyadi yang dikenal sebagai otak atau pimpinan dari pemberontakan tentara PETA di Blitar.

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada bulan agustus 1945, pada bulan september, presiden Soekarno kemudian mengangkat Supriyadi sebagai Menteri Keamanan Rakyat hingga kemudian posisinya digantikan oleh Imam Muhammad Suliyoadikusumo sebagai Menteri Keamanan Rakyat. Bahkan Ir. Soekarno ketika itu menunjuk Supriyadi sebagai Panglima Tentara Indonesia namun ia tak pernah muncul dan digantikan oleh Jenderal Sudirman dan keberadaannya masih menjadi misteri.

Untuk menghormati jasa-jasanya, kemudian pemerintah Indonesia melalui presiden Soehartomengangkat Supriyadi sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui Kepres No. 063/TK/1975 yang ditetapkan pada tanggal 9 agustus 1975.

Nah, itu dia kawan sejarah tentang Soeprijadi. nah, setelah aku searching-searching lagi. Ada seorang Kakek yang mengaku bahwa dia adalah Soeprijadi. Dan kayanya emang bener deh, nih simak kisahnya,